I. PENDAHULUAN
Kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya baca dan tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda.
Kebudayaan Sunda yang ideal pun kemudian sering dikaitkan sebagai kebudayaan raja-raja Sunda atau tokoh yang diidentikkan dengan raja Sunda. Dalam kaitan ini, jadilah sosok Prabu Siliwangi dijadikan sebagai tokoh panutan dan kebanggaan urang Sunda karena dimitoskan sebagai raja Sunda yang berhasil, sekaligus mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Dalam perkembangannya pada masa kini kebudayaan Sunda kini banyak mendapat pertanyaan kembali. Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda pun sering kali mencuat ke permukaan. Apakah kebudayaan Sunda masih ada? Kalau masih ada, siapakah pemiliknya? Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda yang tampaknya provokatif tersebut, bila dikaji dengan tenang sebenarnya merupakan pertanyaan yang wajar-wajar saja. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana, karena kebudayaan Sunda dalam kenyataannya saat ini memang seperti kehilangan ruhnya atau setidaknya tidak jelas arah dan tujuannya. Mau dibawa ke mana kebudayaan Sunda tersebut?
Setidaknya ada empat daya hidup yang perlu dicermati dari perjalanan kebudayaan Sunda yaitu :
1). kemampuan beradaptasi,
harus di akui dan ini menjadi PR kita bersama, kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam merespons berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar.Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas, bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas urang Sunda tampak secara eksplisit semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda. Lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan dengan "keterbelakangan", untuk tidak mengatakan primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada urang Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari.
2). kemampuan mobilitas,
Apabila kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan, hal itu sejalan pula dengan kemampuan mobilitasnya. Kemampuan kebudayaan Sunda untuk melakukan mobilitas, baik vertikal maupun horizontal, dapat dikatakan sangat lemah. Oleh karenanya, jangankan di luar komunitas Sunda, di dalam komunitas Sunda sendiri, kebudayaan Sunda seringkali menjadi asing. Meskipun ada unsur kebudayaan Sunda yang memperlihatkan kemampuan untuk bermobilitas, baik secara horizontal maupun vertikal, secara umum kemampuan kebudayaan Sunda untuk bermobilitas dapat dikatakan masih rendah sehingga kebudayaan Sunda tidak saja tampak jalan di tempat tetapi juga berjalan mundur.
3). kemampuan tumbuh dan berkembang,.
kemampuan tumbuh dan berkembang kebudayaan Sunda juga dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang tidak kalah memprihatinkan. Jangankan berbicara paradigma-paradigma baru, iktikad untuk melestarikan apa yang telah dimiliki saja dapat dikatakan sangat lemah. Dalam hal folklor misalnya, menjadi sebuah pertanyaan besar, komunitas Sunda yang sebenarnya kaya dengan folklor, seberapa jauh telah berupaya untuk tetap melestarikan folklor tersebut agar tetap "membumi" dengan masyarakat Sunda.
4). kemampuan regenerasi
Berkenaan dengan kemampuan regenerasi, kebudayaan Sunda pun tampaknya kurang membuka ruang bagi terjadinya proses tersebut, untuk tidak mengatakan anti regenerasi. Budaya "kumaha akang", "teu langkung akang", "mangga tipayun", yang demikian kental melingkupi kehidupan sehari-hari urang Sunda dapat dikatakan menjadi salah satu penyebab rentannya budaya Sunda dalam proses regenerasi. Akibatnya, jadilah budaya Sunda gagap dengan regenerasi.
Generasi-generasi baru urang Sunda seperti tidak diberi ruang terbuka untuk berkompetisi dengan sehat, hanya karena kentalnya senioritas serta "terlalu majunya" pemikiran para generasi baru, yang seringkali bertentangan dengan pakem-pakem yang dimiliki generasi sebelumnya. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila proses alih generasi dalam berbagai bidang pun berjalan dengan tersendat-sendat.
Kalaulah upaya untuk "membumikan" harta pusaka saja tidak ada bisa dipastikan paradigma baru untuk membuat folklor tersebut agar sanggup berkompetisi dengan kebudayaan luar pun bisa jadi hampir tidak ada atau bahkan mungkin, belum pernah terpikirkan sama sekali. Biarlah folklor tersebut menjadi kenangan masa lalu urang Sunda dan biarkanlah folklor tersebut ikut terkubur selamanya bersama para pendukungnya, begitulah barangkali ucap urang Sunda yang tidak berdaya dalam merawat dan memberdayakan warisan leluhurnya.
Bila pengamatan terhadap daya hidup kebudayaan Sunda melahirkan temuan-temuan yang cukup memprihatinkan, hal yang sama juga terjadi manakala tiga mustika mutu hidup kreasi Rendra digunakan untuk menjelajahi Kebudayaan Sunda, baik itu mustika tanggung jawab terhadap kewajiban, mustika idealisme maupun mustika spontanitas. Lemahnya tanggung jawab terhadap kewajiban tidak saja diakibatkan oleh minimnya ruang-ruang serta kebebasan untuk melaksanakan kewaijiban secara total dan bertanggung jawab tetapi juga oleh lemahnya kapasitas dalam melaksanakan suatu kewajiban.
Hedonisme yang kini melanda Kebudayaan Sunda telah mampu menggeser parameter dalam melaksanakan suatu kewajiban. Untuk melaksanakan suatu kewajiban tidak lagi didasarkan atas tanggung jawab yang dimilikinya, tetapi lebih didasarkan atas seberapa besar materi yang akan diperolehnya apabila suatu kewajiban dilaksanakan. Bila ukuran kewajiban saja sudah bergeser pada hal-hal yang bersifat materi, janganlah berharap bahwa di dalamnya masih ada apa yang disebut mustika idealisme. Para hedonis dengan kekuatan materi yang dimilikinya, sengaja atau tidak sengaja, semakin memupuskan idealisme dalam kebudayaan Sunda. Akibatnya, jadilah betapa sulitnya komunitas Sunda menemukan sosok-sosok yang bekerja dengan penuh idealisme dalam memajukan kebudayaan Sunda.
Berpijak pada kondisi lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda, timbul pertanyaan besar, apa yang salah dengan kebudayaan Sunda? Untuk menjawab ini banyak argumen bisa dikedepankan. Tapi dua di antaranya yang tampaknya bisa diangkat ke permukaan sebagai faktor berpengaruh paling besar adalah karena ketidakjelasan strategi dalam mengembangkan kebudayaan Sunda serta lemahnya tradisi, baca, tulis , dan lisan (baca, berbeda pendapat) di kalangan komunitas Sunda.
Ketidakjelasan strategi kebudayaan yang benar dan tahan uji dalam mengembangkan kebudayaan Sunda tampak dari tidak adanya "pegangan bersama" yang lahir dari suatu proses yang mengedepankan prinsip-prinsip keadilan tentang upaya melestarikan dan mengembangkan secara lebih berkualitas kebudayaan Sunda. Kebudayaan Sunda tampaknya dibiarkan berkembang secara liar, tanpa ada upaya sungguh-sungguh untuk memandunya agar selalu berada di "jalan yang lurus", khususnya manakala harus berhadapan dengan kebudayaan-kebudayaan asing yang galibnya terorganisasi dengan rapi serta memiliki kemasan menarik. Berbagai unsur kebudayaan Sunda yang sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan, bahkan untuk dijadikan model kebudayaan nasional dan kebudayaan dunia tampak tidak mendapat sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, berbagai makanan tradisional yang dimiliki urang Sunda, mulai dari bajigur, bandrek, surabi, colenak, wajit, borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi cilembu, apakah ada strategi besar dari pemerintah untuk mengemasnya dengan lebih bertanggung jawab agar bisa diterima komunitas yang lebih luas. Kalau Kolonel Sanders mampu mengemas ayam menjadi demikian mendunia, mengapa urang Sunda tidak mampu melahirkan Mang Ujang, Kang Duyeh, ataupun Bi Eha dengan kemasan-kemasan makanan tradisional Sunda yang juga mendunia?
Lemahnya budaya baca, tulis, dan lisan ditengarai juga menjadi penyebab lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya baca telah menyebabkan lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda secara tidak langsung merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia. Fakta paling menonjol dari semua ini adalah minimnya karya-karya tulis tentang kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh urang Sunda. Dalam kaitan ini, upaya Yayasan Rancage untuk memberikan penghargaan dalam tradisi tulis perlu mendapat dukungan dari berbagai elemen urang Sunda. Sayangnya, hingga saat ini pertumbuhan tradisi tulis pada urang Sunda masih tetap terbilang rendah.
II. STRATEGI KEBUDAYAAN
Secara umum strategi dapat diartikan sebagai siasat, manajerialism atau cara yang dipakai sehubungan dengan upaya pencapaian suatu tujuan dengan konsekuensi tertentu. Siasat-siasat yang berhubungan dengan upaya pengelolaan aspek sosial untuk meningkatkan kerukunan masyarakat dapat disebut sebagai strategi sosial. Cara-cara yang dipakai militer untuk memenangkan suatu peperangan dapat disebut strategi militer atau strategi perang. Jika cara-cara itu berhubungan dengan upaya memberdayakan potensi nilai-nilai budaya dalam rangka meningkatkan kesadaran atas manfaat nilai-nilai budaya bagi kehidupan masyarakat, maka dapat disebut strategi kebudayaan.
Menurut Ali Moertopo (1978), strategi pada hakekatnya berarti: hal-hal yang berkenaan dengan cara dan usaha menguasai dan mendayagunakan segala sumber daya suatu masyarakat, suatu bangsa, untuk mencapai tujuannya. Lebih lanjut Moertopo memperinci pendekatan strategis ke dalam lima ciri, yaitu:
1. Memusatkan perhatian kepada kekuatan, kepada power. Kekuatan adalah bagaikan fokus pokok di dalam pendekatan strategis.
2. Memusatkan perhatian kepada analisa (baca:analisis) dinamik, analisa gerak, analisa aksi.
3. Strategi memusatkan perhatian kepada tujuan yang ingin dicapai serta gerak untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (sejarah: masa lampau, masa kini dan terutama masa depan) dan faktor lingkungan.
5. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari peristiwaperistiwa yang ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan, kemudian mengadakan analisa mengenai kemungkinan-kemungkinan serta memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah yang dapat diambil,
dalam rangka bergerak menuju kepada tujuan itu.
Suatu realitas perkembangan kehidupan masyarakat yang tidak dapat dipungkiri adalah gejala tantangan pluralistik etnis dan tekanan ekonomi kian mengedepan. Hal ini akhirnya berpengaruh pada terciptanya stratifikasi dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat. Masalah budaya seharusnya dipandang sebagai bagian penting dalam proses pembangunan, karena dalam pembangunan mencakup nilai dan karakter masyarakat sebagai subyek pembangunan. Pembangunan harus dapat menempatkan peran individu kedalam pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Dengan kemandirian berdasarkan pengalaman sendiri dapat mendorong kearah terciptanya hasil kerja dan hasil guna yang tinggi bagi kehidupan masyarakat di masa sekarang dan masa depan. Masyarakat diarahkan pada kehidupan empiris dengan perjuangan dan kerja keras sesuai dengan tuntunan nilai-nilai luhur budaya daerah. Mengajak masyarakat menyaksikan dan menikmati hasil-hasil pembangunan, agar mereka dapat memacu diri untuk lebih giat bekerja dan mendukung berbagai kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana yang telah digariskan dalam program pembangunan. Pelaksanaan pembangunan harus dilaksanakan pada setiap lapisan masyarakat secara interaktif dengan pola penyederhanaan kondisional pada setiap daerah.
Spesifikasi budaya daerah merupakan acuan pendekatan strategis dalam menentukan prioritas pengembangan potensi masyarakat. Sasaran yang utamanya adalah melakukan persiapan mengembalikan kekuatan masyarakat melalui partisipasinya dalam pembangunan. Langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh adalah:
(1) melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan program pembangunan sebagai wujud demokrasi sosial;
(2) program pembangunan yang dilegitimasi dapat memberikan jaminan terhadap prioritas hak-hak masyarakat, dan pemerataan kesempatan usaha;
(3) memberdayakan independensi peranserta masyarakat;
(4) membangun kemitraan dengan pemerintah, kaum intelektual, dan lembagalembaga terkait.
Dengan demikian diharapkan program pembangunan akan terlaksana secara efektif. Kekuatan nilai-nilai gotong royong dan musyawarah yang sebelumnya mengakar pada kepribadian masyarakat mesti diberdayakan. Dengan demikian pembangunan akan lebih relevan dengan kepentingan masyarakat, minimal dapat mencerminkan cara hidup yang terarah dengan contoh-contoh perilaku dan perlakuan yang nyata. Ibarat minuman keras yang diketahui haram, maka bukan botol minuman yang harus dimusnahkan, melainkan membunuh sikap ketergantungan masyarakat terhadap minuman tersebut, dan bukan justeru membangun pabrik minuman yang lebih besar. Supaya kebijaksanaan itu dapat tumbuh menjadi suatu kekuatan dalam proses pembangunan nasional, maka dalam menyusun program-program pembangunan
itu pertama kali harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat. Sesuai dengan harapan pembangunan yang ditujukan pada kemajuan keadaan hidup
anggota masyarakat, yaitu kemajuan kesejahteraan masyarakat. Dalam perspektif sosiologis diharapkan hasil kemajuan itu, dapat menumbuhkan sikap perilaku individu yang tidak hanya memikirkan perbaikan nasib diri sendiri, melainkan nasib sesama anggota masyarakat. Titik tolak dari tujuan pembangunan adalah manusia dengan tujuan akhir pada manusia juga. Perbaikan kondisi kehidupan secara material adalah sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembangunan. Untuk mendukung upaya pencapaian tujuan ini perlu pertajaman peranan sosial anggota masyarakat dengan beberapa upaya, yaitu:
a. pematangan pemahaman masyarakat terhadap sarana material baru yang berhubungan langsung dengan teknologi baru pembangunan;
b. membentuk kebiasaan kehidupan baru yang berhubungan produk-produk baru;
c. membentuk kelompok kerja baru secara rasional ekonomis;
d. membentuk kesadaran baru yang mendukung perubahan dan modernisasi;
e. mengupayakan kenaikan imbalan sosial ekonomis untuk menuju perbaikan kesejahteraan.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan itu perlu mengadakan perbandingan, inventarisasi dan evaluasi secara terus menerus terhadap keberadaan aneka ragam dan perkembangan kebudayaan masyarakat. Beban pembangunan nasional merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, agen pembangunan dan masyarakat dengan meletakkan pembangunan ke dalam skala prioritas utama secara nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Skala prioritas utama nasional meliputi pemikiran, pemetaan dan penataan yang selaras antara perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi, Ekonomi, sistem kemasyarakatan, dan termasuk didalamnya adalah penataan kehidupan politik yang sehat.
Untuk mengemban tugas itu perlu pengembangan semangat kerja keras agar masyarakat dapat memperkokoh jati dirinya sebagai bangsa yang terbuka, kreatif, inovatif dan reformatif. Hal ini perlu dibuktikan dengan prestasi-prestasi gemilang, baik perorangan maupun kelompok diberbagai bidang pembangunan.
Prestasi-prestasi ini dapat diperoleh melalui keberanian membela kebenaran, kesanggupan merevisi kesalahan, alih teknologi dan kerja keras sesuai dengan
profesi dan keahliannya.
Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, perlu diadakan usaha penggalian dan pemanfatan sumber daya manusia, yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat, mengadakan kaderisasi dan perluasan lapangan kerja. Agar tidak terjadi erosi nilai budaya dan rendahnya relevansi hasil-hasil pembangunan, maka perlu memperkuat etos kerja yang berakar dari nilai-nilai budaya. Hal ini dimaksudkan agar strategi budaya dalam pengembangan selektivitas masyarakat terhadap nilai-nilai budaya asing.
Dengan demikian diharapkan memiliki kemampuan dalam menempatkan dan mempertimbangkan nilai-nilai budaya yang dapat bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan kesejahteraan hidupnya. Untuk menghidar dari ketergantungan terhadap budaya-budaya asing, maka perlu upaya penilaian terhadap sumber daya kebudayaan sendiri, yaitu dengan merasionalisasikan nilai-nilai kekerabatan, kekeluargaan dan nilai kegotongroyongan masyarakat.
Dalam merasionalisasikan budaya gotong-royong, hendaknya tidak terpaku dengan konsep cara kerja, kuantitas produk pembangunan fisik, dan kuantitas ekonomis, melainkan harus diimbangi dengan kualitas sikap mental dan tanggung jawab bersama dalam gotongroyong tersebut. Kecuali itu perlu juga pemeliharaan pola kehidupan kekeluargaan agar tidak berkembang berlebihan memihak pada kepentingan individu dan kelompok.
Penanaman kesadaran terhadap nilai-nilai keleluargaan ini dimaksudkan sebagai wadah pelestarian asas musyawarah yang lebih terbuka, persuasive, tenggang rasa dan hubungan aspiratif antar golongan masyarakat. Kesadaran nilai kekeluargaan ini merupakan sumber kekuatan dalam rangka mengantisipasi timbulnya kerawanan-kerawanan sosial, memperkecil hambatan-hambatan pembangunan dan menjamin stabilitas kehidupan masyarakat.
Secara operasional peluang keberhasilan upaya sosialisasi nilai-nilai budaya itu cukup besar, karena nilai-nilai budaya masyarakat pada umumnya selalu teraktualisasi dalam sikap perilaku pergaulan sehari-hari. Pada dasarnya nilainilai budaya itu selalu berada dalam situasi sosial. Kehidupan masyarakat pada hakekatnya mempunyai sifat yang dinamis dan kekuatan budaya dalam memilih cara kerja dan membangun kesejahteraan hidupnya. Oleh sebab itu dalam analisis strategi budaya harus didukung kemampuan mencermati dinamika
III. MANIFESTO KEBUDAYAAN SUNDA
Apakah yang disebut manifesto?. Dalam pengertian popular manifesto [manifest] adalah suatu yang dimiliki dan merupakan potensi yang ingin dinyatakan kepada orang lain atau masyarakat. Misalnya jika kita melakukan perjalanan ke luar negeri, maka kita wajib mengisi daftar isian yang menyebutkan apa saja yang kita bawa, inilah yang disebut dengan manifest perjalanan.
Manifest atau manifesto merupakan sesuatu yang potensial dimiliki seorang-orang. Bisa berupa buah pikir, gagasan, konsep atau lainnya, yang sengaja akan di share-kan kepada orang lain. Apabila seorang-orang merasa yakin akan kebenarannya, maka manifesto dapat dijadikan program perjuangan diri, apakah itu perjuangan kelompok atau perjuangan lembaga.dan dalam kontek ini yang akan menjadi Manifesto Adalah kebudayaan Sunda.
Agar gagasan atau buah fikiran kita di terima tentu harus mempunyai kejelasan apa yang akan di sosialisasikan kepada Khalayak baik itu kepada Internal suku sunda sendiri ataupun kepada non sunda.
Berangkat dari itu perlu penelusuran, riset ilmiah, kajian atau analisa kepustakaan, ataupun sumber sumber tulisan sunda masa lampau yang bisa di jadikan pegangan
Jika kita akan mau sungguh sungguh, mungkin tidak akan secepat membalikan telapak tangan, membangkitkan suatu hal yang sudah mulai di tinggalkan, langkah langkah Restrukturisasi kerangka budaya dapat membantu untuk menyusun kembali kejelasan kebudayaan Sunda, kita harus memulainya dari Wujud lebudayaan, komponen kebudayaan dan Unsur unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat sunda.
A. Wujud Kebudayaan diantaranya :
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
1). Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2). Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3). Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Berangkat dari wujud kebudayaan tersebut kita bisa membaginya ke dalam komponen komponen kebudayaan
B. Komponen Komponen Kebudayaan diataranya :
kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
1). Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
2). Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
C. Unsur Unsur Kebudayaan Sunda
1). Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
* alat-alat produktif
* senjata
* wadah
* alat-alat menyalakan api
* makanan
* pakaian
* tempat berlindung dan perumahan
* alat-alat transportasi
2). Sistem Mata Pencaharian Hidup
* berburu dan meramu
* beternak
* bercocok tanam di ladang
* menangkap ikan
(harus di Inventarisir secara detail)
3). Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
4). Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
5). Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
6). Sistem Kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.
7). Sistem Ilmu dan Pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
* pengetahuan tentang alam
* pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
* pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
* pengetahuan tentang ruang dan waktu
@Adm_andri_Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar